Hai, namaku Rexx! |
Jangan
bersedih, teman
Karena waktu selalu tahu
Karena waktu selalu tahu
Kapan
pertemuan dan perpisahan resmi dimulai...
Sinar matahari tidak kelihatan pagi
ini. Awan mendung memburam, seolah sedang murung. Mereka seakan mengerti
perasaan Rexx yang sedang berduka. Ia baru saja kehilangan ayah dan ibunya
semalam.
***
Rexx adalah anak dari Raja
Tyrannosaurus Rex Selatan, yang sangat disegani penduduk desa Tebing
Selatan. Meskipun tubuhnya tinggi besar berkulit cokelat, namun Rexx
adalah anak yang penakut. Padahal, ayahnya adalah Raja T-Rex yang
dermawan dan paling kuat di seantero dunia. Sedangkan Ibunya
adalah Ratu T-Rex paling cantik yang pernah ada. Rexx sangat
mengidolakan
ayahnya. Ia juga sangat menyayangi Ibunya.
Semalam, terjadi gempa yang cukup
besar. Menghancurkan desa Tebing Selatan, ketika Rexx sedang bermain di desa
Tebing Timur. Saat Rexx beranjak pulang ke rumahnya, ia dan temannya, Vin,
kaget luar biasa. Mereka menemukan desa tempat mereka tinggal menjadi hancur
berantakan.
"Kemana ayah dan ibu? Aku harus
mencari mereka, Vin," kata Rexx panik sambil berlari ke arah rumahnya. Namun,
ia tidak berhasil menemukan ayah dan ibu. Rexx menangis tak berkesudahan. Matanya
memburam dipenuhi air mata.
Vin berlari ke arahnya dan
mengatakan bahwa ibu dan kakaknya juga menghilang. Rexx sedih dan bingung bukan
main. Kini, di desa Tebing Selatan hanya tinggal Vin dan dirinyalah yang
tersisa.
"Mereka kemana, Rexx? Aku tidak
ingin berpisah dengan ibu dan kakakku," ratap Vin dengan ingus yang keluar dari
hidungnya.
"Aku juga tidak mau ditinggalkan
ayah dan ibu. Aku harus mencari mereka, Vin."
"Tapi kita harus mencari mereka kemana? Umm, aku tidak tahu lagi jalan selain yang ada di desa Tebing Selatan dan Tebing Timur. Juga…… jalan…." Vin menyudahi ucapannya. Rasanya, ia tak sanggup meneruskan apa yang hendak dikatakannya itu.
"Maksudmu, jalan rahasia kan, Vin?" terbata Rexx mencoba meneruskan apa yang ingin dikatakan Vin.
"Iya. Tapi jujur, aku takut."
Menurut penduduk desa Tebing Timur, jalan rahasia itu dipenuhi makhluk asing. Dari dulu, Rexx sangat penasaran dengan apa atau siapa yang disebut makhluk asing itu. Tak hanya sekali ia mengintip lama jalan rahasia melalui celah bongkahan batu. Rexx juga pernah mencoba mengangkat bongkahan batu itu agar ia bisa masuk, namun ketahuan penduduk. Akhirnya, Rexx diomeli ayahnya.
Mulai malam ini, tak ada lagi yang akan melarang Rexx pergi ke jalan rahasia itu. Namun, Rexx menyesali perbuatannya. Ia berpikir bahwa lebih baik ia diomeli ayah, daripada ia harus kehilangan ayah yang sangat dikaguminya.
"Kita harus berani ke sana, Vin. Demi ayah dan ibu. Demi ibu dan kakakmu. Kita pasti bisa menemukan mereka," Rexx meyakinkan Vin, juga dirinya sendiri. Namun, ada getaran rasa takut yang masih melintasi hati dan pikirannya. Mungkinkah aku seberani itu? Pikir Rexx dalam hati.
"Kapan kita ke jalan rahasia itu, Rexx? Ini sudah malam," tanya Vin dengan suara yang bergetar ketakutan.
"Besok. Pagi-pagi sekali kita ke sana."
Setibanya di sana, jalan itu sudah tidak tertutupi bongkahan batu lagi. Semua batu sudah jatuh ke tanah. Beberapa batu masih ada yang saling berkumpul. Mungkin ini karena dampak gempa semalam.
"Aku penasaran sekali. Ada apa di dalam sana," ujar Rexx kepada Vin.
"Kau benar, Rexx. Kita harus menemukan keluarga kita, agar bisa berkumpul kembali." Mendengar keyakinan Rexx untuk menemukan orangtuanya, Vin jadi tidak takut lagi. "Baiklah, Rexx. Apakah kau sudah siap?"
"Siap. Aku siap!"
Perlahan tapi pasti, Rexx dan Vin mulai memasuki mulut dari jalan rahasia itu. Sambil sesekali mereka berbisik-bisik mengenai pemandangan di sepanjang jalan rahasia yang sedang mereka lewati.
"Mereka bilang, ada makhluk asing di jalan ini, Rexx," bisik Vin, sambil sesekali melihat-lihat ke kanan dan kiri jalan.
"Nah, sejujurnya, aku juga penasaran, Vin, dengan makhluk asing itu. Seperti apa ya, wujudnya? Setiap malam aku bermimpi. Ada makhluk hijau yang mengisi jalan rahasia ini."
"Makhluk hijau? Maksudmu?"
"Itu dia, Vin. Aku tidak bisa jelas menangkap bentuknya. Tapi kamu tenang saja. Dalam mimpiku itu, makhluk hijau yang kulihat sepertinya baik hati."
"Dari mana kau tahu?"
"Ayaaaahhh!!! Ibuuuu!!!" teriak Rexx memanggil ayah dan ibunya.
"Ibuuuu! Kakaaak!" Vin tak mau kalah.
Seketika, tanah berbatu yang mereka pijak terasa bergetar. Bergoncang perlahan, lalu semakin besar getarannya. Rexx sangat takut dengan keadaan itu. Ia dan Vin saling berpegangan dan berpandangan. Rexx melihat-lihat sekitar. Seakan ada sesuatu yang ia cari, namun tak ada yang muncul terlihat. Hanya gema suara yang tidak ia kenal. Suara itu seperti mengaum. Menakutkan. Siapa kamu? Pikir Rexx dalam hati.
"Aku tidak takut! Keluarlah!" tantang Rexx sambil terus berpegangan dengan Vin.
Rexx teringat ayahnya yang gagah berani. Ayah tidak pernah takut apapun. Hanya satu yang ayah takuti, yaitu jika ia tidak bisa melindungi keluarganya. Rexx ingin membantu ayah. Rexx ingin menemukan kembali ayah dan ibunya. Ia ingin membuktikan, bahwa sifat ayahnya yang pemberani telah menurun kepadanya. Sehingga Rexx juga dapat melindungi keluarganya, sama seperti ayah.
Semakin Rexx meneguhkan hati dan tekad untuk tidak takut apapun, semakin pula suara auman itu mereda. Perlahan, suara bergema itu menghilang. Itu hanya halusinasiku saja pikirnya lagi. Tak lama, suara itu berganti menjadi suara tangisan makhluk hidup. Rexx kembali takut dan tubuhnya gemetaran.
"Rexx, kau lihat itu?" tanya Vin sambil menujuk pohon besar di kiri jalan.
"Itu hanya pohon, Vin," Rexx berusaha menenangkan Vin.
"Bukan. Coba kau amati. Ada sesuatu berwarna hijau besar di sana. Ia bergerak, Rexx!"
Rexx kemudian mengamati. Iya, Vin Benar. Ada sesuatu yang bergerak di sana. Besar seperti dirinya, dan berwarna hijau. Seolah bersandar kelelahan, makhluk hijau itu hanya bergerak karena bernapas.
"Ayo, Vin, kita ke sana." Sambil berjalan pelan, Rexx dan Vin menghampiri makhluk hijau besar itu.
"Si… siapa kau? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Rexx terbata dengan suara gugup gemetaran.
Namun, ketika makhluk hijau itu menoleh, Rexx menyadari bahwa makhluk itu adalah seekor dinosaurus sama seperti dirinya. Bedanya, makhluk hijau satu ini sepertinya tidak makan daging. Terlihat dari giginya yang tidak tajam, ketika ia membuka mulut sama kagetnya.
"Aku Apatoo. Aku tersesat di sini. Bertahun-tahun tak ada yang bisa kumintai tolong," ungkap makhluk hijau besar yang kini punya nama bagi Rexx.
"Kau sama seperti Rexx dan aku? Seekor dinosaurus?" tanya Vin sambil sesekali mengamati wajah Apatoo.
"Iya. Aku Apatosaurus. Dinosaurus herbivora. Tolong, jangan makan aku," pinta Apatoo yang kini menyadari, bahwa Rexx dan Vin adalah dinosaurus karrnivora.
"Tenang saja, Apatoo. Kami tidak akan memakanmu," balas Rexx.
"Bagaimana bisa kau tersesat di sini?" tanya Vin penasaran.
"Aku kehilangan jejak orangtuaku. Mereka menghilang entah ke mana."
"Kok, sama seperti aku? Sejak gempa semalam, aku juga tidak tahu ke mana ayah dan ibuku pergi."
"Jadi, kita adalah tiga anak dinosaurus yang kehilangan keluarganya?" Vin menyimpulkan sekaligus bertanya. Namun, tidak ada yang menjawab. Mereka hanya menganggukkan kepala, tanda membenarkan kesimpulan Vin.
"Aku rindu desa Tebing Selatan, Rexx." Vin membuka pembicaraan pagi ini.
"Aku juga, Vin. Tapi, kita tidak mungkin kembali ke sana."
"Aku rindu ayah dan ibuku." Tiba-tiba Apatoo ikut bersuara.
"Tenang, Apatoo. Mungkin inilah cara alam mengajari kita."
"Maksudmu?" Kompak, Apatoo dan Vin bertanya.
"Iya. Sekarang aku sudah ikhlas. Kita sudah berjuang mencari keluarga kita. Kita juga sudah berani memasuki jalan rahasia ini, Vin. Dan Apatoo, kau juga sudah bisa berdamai dengan alam liar ini tanpa ayah dan ibumu, bukan?"
"Iya, Rexx. Sebenarnya dulu aku penakut. Namun, setelah ayah dan ibu hilang, aku jadi tidak takut lagi. Bahkan, aku juga tidak takut harus tinggal sendiri di sini bertahun-tahun."
"Dan yang terpenting, sekarang kau punya dua teman baru sekaligus," timpal Vin seraya mengelus punggung Apatoo.
"Kau benar, Vin. Aku kini tidak sendiri lagi. Ada kau dan Rexx. Teman-teman baikku."
"Aku juga senang bersahabat denganmu, Apatoo," Rexx membalas ucapan Apatoo.
"Iya, kau benar, Vin. Lagipula, kalaupun tidak bertemu lagi, aku yakin ayah dan ibu pasti akan selalu baik-baik saja. Dan kelak, mereka akan bangga punya anak seperti aku. Anak pemberani," Rexx mencoba meyakinkan dirinya sendiri.
"Setuju." Vin dan Apatoo kompak membalas.
Begitu juga dengan Apatoo. Kini ia tak perlu menangis bersedih lagi. Tak perlu meratapi kesendiriannya yang hidup bertahun-tahun di alam liar. Kini ia memiliki dua sahabat yang akan menemaninya selalu. Apatoo tidak lagi hidup menyendiri.
Pada akhirnya, mereka bertiga percaya. Alam telah bekerja sama dengan waktu. Mereka telah mengatur agenda pertemuan, juga perpisahan di waktu yang tepat.
"Tapi kita harus mencari mereka kemana? Umm, aku tidak tahu lagi jalan selain yang ada di desa Tebing Selatan dan Tebing Timur. Juga…… jalan…." Vin menyudahi ucapannya. Rasanya, ia tak sanggup meneruskan apa yang hendak dikatakannya itu.
"Maksudmu, jalan rahasia kan, Vin?" terbata Rexx mencoba meneruskan apa yang ingin dikatakan Vin.
"Iya. Tapi jujur, aku takut."
***
Ada sebuah jalan yang disebut jalan
rahasia. Jalan itu berada di desa Tebing Timur, desa yang bersebelahan dengan desa
Tebing Selatan. Setiap hari, Rexx dan teman-temannya bermain di desa itu. Jalan
rahasia itu ditutupi bongkahan batu besar dan kecil. Siapapun tidak boleh masuk
ke sana, bahkan hanya sekadar mengintip.Menurut penduduk desa Tebing Timur, jalan rahasia itu dipenuhi makhluk asing. Dari dulu, Rexx sangat penasaran dengan apa atau siapa yang disebut makhluk asing itu. Tak hanya sekali ia mengintip lama jalan rahasia melalui celah bongkahan batu. Rexx juga pernah mencoba mengangkat bongkahan batu itu agar ia bisa masuk, namun ketahuan penduduk. Akhirnya, Rexx diomeli ayahnya.
Mulai malam ini, tak ada lagi yang akan melarang Rexx pergi ke jalan rahasia itu. Namun, Rexx menyesali perbuatannya. Ia berpikir bahwa lebih baik ia diomeli ayah, daripada ia harus kehilangan ayah yang sangat dikaguminya.
"Kita harus berani ke sana, Vin. Demi ayah dan ibu. Demi ibu dan kakakmu. Kita pasti bisa menemukan mereka," Rexx meyakinkan Vin, juga dirinya sendiri. Namun, ada getaran rasa takut yang masih melintasi hati dan pikirannya. Mungkinkah aku seberani itu? Pikir Rexx dalam hati.
"Kapan kita ke jalan rahasia itu, Rexx? Ini sudah malam," tanya Vin dengan suara yang bergetar ketakutan.
"Besok. Pagi-pagi sekali kita ke sana."
***
Keesokan paginya, langit mendung
memburam. Sepertinya hujan akan turun membasahi bumi. Dengan cuaca mendung
begini, Rexx dan Vin semakin merasa kesepian. Namun, keduanya tetap menjalankan
misi. Masuk ke jalan rahasia, lalu mencari dan menemukan keluarga mereka.Setibanya di sana, jalan itu sudah tidak tertutupi bongkahan batu lagi. Semua batu sudah jatuh ke tanah. Beberapa batu masih ada yang saling berkumpul. Mungkin ini karena dampak gempa semalam.
"Aku penasaran sekali. Ada apa di dalam sana," ujar Rexx kepada Vin.
"Tapi sejujurnya aku tidak berani
ke sana, Rexx. Ibu pernah berjanji tidak akan memberiku makan, kalau aku
memasuki jalan itu," aku Vin sambil sesekali melirik ke jalan rahasia.
"Tapi sekarang ibumu sudah hilang, Vin.
Dan kita harus menemukannya!" bentak Rexx. Tak tahan dengan ketakutan Vin.
"Ma… maafkan aku, Rexx," ucap Vin
terbata.
"Sebenarnya, aku juga takut, Vin.
Tapi, aku harus menemukan ayah dan ibuku. Bagaimanapun caranya.""Kau benar, Rexx. Kita harus menemukan keluarga kita, agar bisa berkumpul kembali." Mendengar keyakinan Rexx untuk menemukan orangtuanya, Vin jadi tidak takut lagi. "Baiklah, Rexx. Apakah kau sudah siap?"
"Siap. Aku siap!"
Perlahan tapi pasti, Rexx dan Vin mulai memasuki mulut dari jalan rahasia itu. Sambil sesekali mereka berbisik-bisik mengenai pemandangan di sepanjang jalan rahasia yang sedang mereka lewati.
"Mereka bilang, ada makhluk asing di jalan ini, Rexx," bisik Vin, sambil sesekali melihat-lihat ke kanan dan kiri jalan.
"Nah, sejujurnya, aku juga penasaran, Vin, dengan makhluk asing itu. Seperti apa ya, wujudnya? Setiap malam aku bermimpi. Ada makhluk hijau yang mengisi jalan rahasia ini."
"Makhluk hijau? Maksudmu?"
"Iya, makhluk hijau. Aku tidak tahu,
sih, rupanya. Yang aku tahu, ia sama
seperti kita. Hidup dan bergerak, tapi berwarna hijau."
"Bentuknya juga sama seperti kita?" "Itu dia, Vin. Aku tidak bisa jelas menangkap bentuknya. Tapi kamu tenang saja. Dalam mimpiku itu, makhluk hijau yang kulihat sepertinya baik hati."
"Dari mana kau tahu?"
"Karena, dalam mimpi itu aku tidak
merasa takut. Bahkan aku senang melihatnya. Makanya aku penasaran sekali."
***
Tidak terasa, Rexx dan Vin sudah
menempuh setengah jalan dari jalan rahasia itu. Namun, mereka belum menemukan
apa-apa. Termasuk makhluk hidup yang bergerak, selain pohon-pohon besar dan
serangga."Ayaaaahhh!!! Ibuuuu!!!" teriak Rexx memanggil ayah dan ibunya.
"Ibuuuu! Kakaaak!" Vin tak mau kalah.
Seketika, tanah berbatu yang mereka pijak terasa bergetar. Bergoncang perlahan, lalu semakin besar getarannya. Rexx sangat takut dengan keadaan itu. Ia dan Vin saling berpegangan dan berpandangan. Rexx melihat-lihat sekitar. Seakan ada sesuatu yang ia cari, namun tak ada yang muncul terlihat. Hanya gema suara yang tidak ia kenal. Suara itu seperti mengaum. Menakutkan. Siapa kamu? Pikir Rexx dalam hati.
"Aku tidak takut! Keluarlah!" tantang Rexx sambil terus berpegangan dengan Vin.
Rexx teringat ayahnya yang gagah berani. Ayah tidak pernah takut apapun. Hanya satu yang ayah takuti, yaitu jika ia tidak bisa melindungi keluarganya. Rexx ingin membantu ayah. Rexx ingin menemukan kembali ayah dan ibunya. Ia ingin membuktikan, bahwa sifat ayahnya yang pemberani telah menurun kepadanya. Sehingga Rexx juga dapat melindungi keluarganya, sama seperti ayah.
Semakin Rexx meneguhkan hati dan tekad untuk tidak takut apapun, semakin pula suara auman itu mereda. Perlahan, suara bergema itu menghilang. Itu hanya halusinasiku saja pikirnya lagi. Tak lama, suara itu berganti menjadi suara tangisan makhluk hidup. Rexx kembali takut dan tubuhnya gemetaran.
"Rexx, kau lihat itu?" tanya Vin sambil menujuk pohon besar di kiri jalan.
"Itu hanya pohon, Vin," Rexx berusaha menenangkan Vin.
"Bukan. Coba kau amati. Ada sesuatu berwarna hijau besar di sana. Ia bergerak, Rexx!"
Rexx kemudian mengamati. Iya, Vin Benar. Ada sesuatu yang bergerak di sana. Besar seperti dirinya, dan berwarna hijau. Seolah bersandar kelelahan, makhluk hijau itu hanya bergerak karena bernapas.
"Ayo, Vin, kita ke sana." Sambil berjalan pelan, Rexx dan Vin menghampiri makhluk hijau besar itu.
***
Setibanya di pohon tempat makhluk
hijau besar itu bersandar, Rexx menghentikan langkah. Dengan hati-hati, ia menempelkan
telapak tangannya di punggung makhluk hijau yang memunggunginya itu. Perlahan
juga, makhluk itupun menoleh. "Si… siapa kau? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Rexx terbata dengan suara gugup gemetaran.
Namun, ketika makhluk hijau itu menoleh, Rexx menyadari bahwa makhluk itu adalah seekor dinosaurus sama seperti dirinya. Bedanya, makhluk hijau satu ini sepertinya tidak makan daging. Terlihat dari giginya yang tidak tajam, ketika ia membuka mulut sama kagetnya.
"Aku Apatoo. Aku tersesat di sini. Bertahun-tahun tak ada yang bisa kumintai tolong," ungkap makhluk hijau besar yang kini punya nama bagi Rexx.
"Kau sama seperti Rexx dan aku? Seekor dinosaurus?" tanya Vin sambil sesekali mengamati wajah Apatoo.
"Iya. Aku Apatosaurus. Dinosaurus herbivora. Tolong, jangan makan aku," pinta Apatoo yang kini menyadari, bahwa Rexx dan Vin adalah dinosaurus karrnivora.
"Tenang saja, Apatoo. Kami tidak akan memakanmu," balas Rexx.
"Bagaimana bisa kau tersesat di sini?" tanya Vin penasaran.
"Aku kehilangan jejak orangtuaku. Mereka menghilang entah ke mana."
"Kok, sama seperti aku? Sejak gempa semalam, aku juga tidak tahu ke mana ayah dan ibuku pergi."
"Jadi, kita adalah tiga anak dinosaurus yang kehilangan keluarganya?" Vin menyimpulkan sekaligus bertanya. Namun, tidak ada yang menjawab. Mereka hanya menganggukkan kepala, tanda membenarkan kesimpulan Vin.
***
Rexx, Vin, dan Apatoo telah berjalan
mengitari jalan rahasia ini berhari-hari. Namun, mereka tetap tidak menemukan siapa-siapa lagi
di sana. Ayah dan ibu Rexx, ibu dan kakak Vin, juga ayah dan ibu Apatoo tidak
terlihat di sepanjang jalan rahasia itu. Hanya beberapa binatang buas yang
terlihat. Juga pohon-pohon besar yang bersemi buah. "Aku rindu desa Tebing Selatan, Rexx." Vin membuka pembicaraan pagi ini.
"Aku juga, Vin. Tapi, kita tidak mungkin kembali ke sana."
"Aku rindu ayah dan ibuku." Tiba-tiba Apatoo ikut bersuara.
"Tenang, Apatoo. Mungkin inilah cara alam mengajari kita."
"Maksudmu?" Kompak, Apatoo dan Vin bertanya.
"Iya. Sekarang aku sudah ikhlas. Kita sudah berjuang mencari keluarga kita. Kita juga sudah berani memasuki jalan rahasia ini, Vin. Dan Apatoo, kau juga sudah bisa berdamai dengan alam liar ini tanpa ayah dan ibumu, bukan?"
"Iya, Rexx. Sebenarnya dulu aku penakut. Namun, setelah ayah dan ibu hilang, aku jadi tidak takut lagi. Bahkan, aku juga tidak takut harus tinggal sendiri di sini bertahun-tahun."
"Dan yang terpenting, sekarang kau punya dua teman baru sekaligus," timpal Vin seraya mengelus punggung Apatoo.
"Kau benar, Vin. Aku kini tidak sendiri lagi. Ada kau dan Rexx. Teman-teman baikku."
"Aku juga senang bersahabat denganmu, Apatoo," Rexx membalas ucapan Apatoo.
"Kalau begitu, mulai hari ini kita
tidak boleh bersedih lagi. Tidak boleh takut apapun lagi. Dan harus tetap
semangat menjalani hidup." Apatoo berusaha menyemangati teman-teman barunya.
"Iya. Sekaligus terus mencari
keluarga kita. Siapa tahu nanti ketemu." Vin tidak mau kalah semangat. "Iya, kau benar, Vin. Lagipula, kalaupun tidak bertemu lagi, aku yakin ayah dan ibu pasti akan selalu baik-baik saja. Dan kelak, mereka akan bangga punya anak seperti aku. Anak pemberani," Rexx mencoba meyakinkan dirinya sendiri.
"Setuju." Vin dan Apatoo kompak membalas.
***
Kini kehidupan Rexx dan Vin tidak
lagi sama. Begitu juga dengan Apatoo. Rexx dan Vin yang selalu dilindungi
keluarganya, akhirnya bisa mencari makan sendiri di alam liar. Mereka sadar,
mereka bukan lagi anak kecil yang harus bergantung kepada ayah, ibu, atau
kakak. Mereka kini adalah anak-anak dinosaurus yang beranjak remaja dan pemberani.Begitu juga dengan Apatoo. Kini ia tak perlu menangis bersedih lagi. Tak perlu meratapi kesendiriannya yang hidup bertahun-tahun di alam liar. Kini ia memiliki dua sahabat yang akan menemaninya selalu. Apatoo tidak lagi hidup menyendiri.
Pada akhirnya, mereka bertiga percaya. Alam telah bekerja sama dengan waktu. Mereka telah mengatur agenda pertemuan, juga perpisahan di waktu yang tepat.
No comments:
Post a Comment