12/01/2019

Di Kamar yang Gelap

Aku menyimpan segala kegelisahan di tempat ini. Juga melengkapi ketiadaan yang membuatku tumbang, bimbang, dan enyah tak seimbang. Kutemui belasan nyamuk yang gemar menggigiti kulitku dan lincah menghisap darahku. Sesungguhnya, nyamuk-nyamuk itu tidak bersalah. Mereka hanya menjalani tugasnya agar manusia tak melulu rapuh dan gaduh. Sekali tepuk saja, merosot sudah. Itulah manusia kesepian sepertiku, yang diam-diam mempunyai dendam melumat basah yang mengacaukan detak jantung sang pemeran.

"Aku meresahkan segala hal yang dimulai saja belum," ujarku pada langit-langit kamar yang gelap.

Dari ruang yang lain, kau malah mengirimiku pesan agar aku segera tidur jika sudah mengantuk. Tapi, aku diam-diam pula menolaknya. Sebab, aku sedang ingin bercinta dengan kamarku sendiri. Mematikan semua lampu agar aku bisa seolah-olah menikmati malam yang temaram.

Kunikmati bau kepayahan yang tiba-tiba muncul. Ah, betapa lucunya hidup ini. Hampir setiap manusia berpura-pura tertawa padahal hatinya hancur sudah. Kubersitkan sedikit senyum yang kecut. Tapi, kunikmati pula segala bau yang menempel di bantalku. Segalanya mengingatkanku pada rambut dan kepala yang kerap kubenamkan dalam peluk. Aku memang tak pernah berubah. Masih saja kuserahkan pejam mataku kepada Rabu. Hari yang membuatku senang mengamati wajahmu yang penuh tanda tanya.

Apa yang sedang kamu pikirkan?

Tanyaku pada langit-langit kamar yang gelap, yang mengisi ketiadaan.




-Di kamar yang gelap, 12 Januari 2019

No comments:

Post a Comment