04/04/2017

Resensi: Pangeran Cilik (Le Petit Prince) - Antoine de Saint-Exupéry

Le Petite Prince karya Antoine de Saint-Exupéry.

"Mengadili diri sendiri lebih sulit daripada mengadili orang lain." Begitulah titah Raja. Namun, Pangeran Cilik dengan cepat membalasnya, "Aku dapat mengadili diri sendiri di mana saja. Aku tidak perlu berdiam di sini." (h. 47)

***
Pangeran Cilik dengan segala pengamatan dan pemikirannya mengajak kita, para pembaca, khususnya orang dewasa untuk berdiam sejenak. Menikmati cerita, mengikuti arah pikirannya, dan menjadi anak-anak. Bagi Pangeran Cilik yang berasal dari Asteroid B 612 itu, orang dewasa amat sangat ganjil. Ia paham, bahwa orang dewasa sangat butuh penjelasan. Orang dewasa juga suka dengan angka-angka. Menurutnya, manusia kurang imajinasi. Ya, orang dewasa memang butuh banyak penjelasan dan anak-anak harus dapat memakluminya.

Aku, yang berperan sebagai teman Pangeran Cilik sekaligus si pencerita, begitu kagum dengan segala keluguannya. Meski tidak melulu, Aku juga sempat merasa kesal karena Pangeran Cilik tidak pernah melupakan pertanyaannya. Ia selalu mengulangi pertanyaannya hingga pertanyaan itu terjawab. Jika tidak, Pangeran Cilik akan terus bertanya dan mengganggu lawan bicaranya dengan pertanyaannya yang sama terus-menerus. Pangeran Cilik itu kritis sekali.

Kala itu, Pangeran Cilik beradu pendapat dengan bunga mawar yang disiraminya setiap hari. Pangeran Cilik jatuh hati pada bunga itu dan ingin selalu dapat melindunginya. Namun dengan naifnya, bunga mawar itu mengelak, seakan-akan ia mampu melindungi diri sendiri dengan duri yang dimilikinya. Di waktu lain, bunga itu minta dilindungi dari angin kencang yang memuakkan di malam hari. Pangeran Cilik berpikir bahwa bunga ini rewel sekali dan begitu mengesalkan. Keesokan harinya, bunga itu mengakui bahwa sebenarnya ia juga jatuh hati, namun ia ingin Pangeran Cilik tetap berbahagia. Di saat yang sama, ia tak ingin Pangeran Cilik melihatnya menangis. Ah! Bunga-bunga memang selalu penuh kontradiksi!

Pangeran Cilik adalah penjelajah yang amat sangat baik. Ahli ilmu bumi mengakuinya. Sekaligus sebagai seorang pengamat, Pangeran Cilik tak pernah berhenti bertanya dan belajar untuk memahami. Yang akan selalu dikenang Pangeran Cilik dan para pembacanya adalah ketika ahli ilmu bumi itu berkata, bahwa seorang penjelajah yang bohong akan membawa bencana dalam buku-buku ilmu bumi. Para pemabuk itu melihat ganda. Jadi ahli ilmu bumi akan mencatat dua gunung padahal hanya ada satu. Sayangnya, memang benar. Akhir-akhir ini dunia kita disemarakkan oleh fakta-fakta yang belum tentu benar. Dan, segala kebohongan maupun tipu daya akan memberikan bencana bagi bumi ini. Seolah kata "tunggu tanggal mainnya" berlaku sudah. Bahkan, orang yang tadinya waras bisa berpura-pura jadi pemabuk agar bisa berbohong dan dimaklumi kesalahannya melihat dan menyusun fakta.

Tak hanya tentang cinta dan kejujuran, Pangeran Cilik juga menyentil kekosongan batin kita. Kepada si narator cerita ia berkata, "Kamu tahu... bila kita sangat sedih, kita senang melihat matahari terbenam." (h. 31). Dan, sejujurnya begitulah kedamaian sejati yang sanggup setiap makhluk hidup terima. Alam tak pernah pergi meninggalkan. Ia selalu setia menanti dan menghibur. Hanya saja, sepertinya kita yang sedang lupa.

Sarkasme dalam cerita selalu menarik jika kita sepaham dengan isi kepala si penulis. Di sini, Saint-Exupéry juga menyindir tentang kekuasaan. Ada seorang Raja tua yang kesepian karena ia harus memimpin planetnya yang sangat kecil. Hingga kedatangan Pangeran Cilik membuatnya bersemangat dan ingin memberikannya sebuah jabatan yang menurutnya pantas bagi Pangeran Cilik. Namun, dengan keras hati Pangeran Cilik menolak. Padahal, dengan begitu bijaknya Raja berpendapat bahwa kekuasaan itu harus berasaskan akal. Rakyat tidak akan menurut titah Raja apabila Raja menuntut sesuatu yang tak bisa diberikannya atau di luar akal. Rakyat pasti akan memberontak. Dan baginya, sebagai Raja ia berhak menuntut kepatuhan rakyat karena selama ini ia selalu memberikan perintah-perintah yang masuk akal. Namun, Pangeran Cilik sudah merasa bosan. Bukankah setiap penguasa akan selalu senang berkuasa? Pun mereka tak akan pernah sanggup memiliki. Pangeran Cilik semakin yakin, orang dewasa amatlah sangat ganjil.

Ada lagi yang seru, ketika Pangeran Cilik bertemu dengan seorang sombong. Bagi seorang sombong, semua orang adalah pengagumnya. Ketika Pangeran Cilik berbicara padanya, ia sama sekali tak ingin mendengarkan dan hanya berceracau sesuka hati membuktikan bahwa salah satu pengagumnya sudah datang. Ya, orang-orang sombong memang hanya ingin mendengarkan pujian. Oh!

Perjalanan selanjutnya mempertemukan Pangeran Cilik dengan pemabuk dan ahli ilmu bumi. Hingga akhirnya, Pangeran Cilik tertarik untuk mengunjungi bumi. Di sana ia bertemu rubah di tengah padang pasir yang luas. Rubah itu berharap agar Pangeran Cilik mau menjinakkannya. Ia ingin memiliki dan menjadi yang spesial untuk seseorang. Baginya, jika dua makhluk hidup sanggup saling menjinakkan satu sama lainnya, mereka akan menjadi satu-satunya bagi keduanya di bumi yang megah ini. Lalu, Pangeran Cilik teringat akan satu-satunya bunga mawar yang tinggal di planetnya. Ia memiliki bunga itu, mengurusnya, mendengarkan keluhan dan bualannya. Ia merasa, bahwa bunga itulah miliknya satu-satunya di dunia ini dan ia harus bertanggung jawab atas apa yang telah dijinakkannya! Ya, begitulah cinta di dunia ini.

Sebagai seorang anak kecil yang lugu dan punya banyak pertanyaan yang lebih besar dari tubuhnya sendiri, Pangeran Cilik mencoba menyindir manusia dewasa yang seolah lupa bahwa ia pernah menjadi anak-anak yang tak butuh penjelasan. Anak-anak yang punya imajinasi begitu luas. Anak-anak yang sanggup bercerita dengan kepolosannya dan kejujurannya menjadi apapun dan mencari apapun yang sanggup ia temukan. Orang dewasa terus berlari, berjalan-jalan hilir mudik kesana kemari namun lupa dengan apa yang ia cari. Anak-anak selalu ingat. Ia selalu ingat apa yang ia cari. Makanya, tak salah jika anak-anak sering menagih janji atas apa yang orang tuanya janjikan sebelum ini.

Le Petite Prince adalah karya sastra lama yang ditulis Antoine de Saint-Exupéry antara tahun 1941-1943 dalam pengasingannya di Amerika kala itu, namun efeknya terus ada dan terasa hingga kini. Kelemahannya hanya satu, atau mungkin ini kelemahanku saja sebagai pembaca yang malas berpikir sehingga aku harus membaca berulang-ulang agar mendapatkan makna yang sebenarnya. Sangat filosofis! Tapi bagiku, rasa malas dapat membantuku berubah menjadi pribadi yang ingin terus belajar, lagi dan lagi. Ah, cuma alibi!

Selamat membaca dan mengamati! ;)

NB: "Tetapi mata itu buta. Harus mencari dengan hati." (h. 99)

No comments:

Post a Comment