12/05/2018

Sebuah Perayaan yang Sunyi

Selamat ulang tahun, Masmon...

Doaku untukmu adalah semoga kamu tetap awas dan bahagia.

...

Bukan, bukannya aku tak ingin mengucapkannya langsung kepadamu. Bukan pula aku malas menghubungimu. Tapi ini dikarenakan keadaanku yang sedang lelah-lelahnya saat ini. Sebab, akhir-akhir ini kata-kata yang diucapkan menjadi begitu membosankan buatku. Sudah terlalu banyak kata-kata yang kudengar. Sudah terlalu sering juga aku berkata-kata yang mungkin sesungguhnya tanpa makna. Bahkan, sebenarnya saat menulis inipun kuharap aku tak perlu berpikir apalagi menorehkan lagi kata-kata untukmu. Sayangnya, saking aku tak ada uang untuk membeli kado yang layak untukmu, kuizinkan saja jari-jari ini menghadiahimu banyak sekali kata-kata. 

Jangan bosan, ya. Maklum, akhir-akhir ini aku sering merasa teman-temanku sedang bosan denganku. Apakah aku memang membosankan? Apakah aku tidak layak menjadi saudara dan tempatmu bercerita seperti di film-film keluarga? Ah, begitu jauh dan luas jarak di antara kita, ya, sekarang. Bahkan aku sudah lupa bagaimana baumu. Jarak di antara kita bukan hanya tentang ruang, tapi juga rasa. Duh, kenapa sih aku cuma mampu menulis tentang rasa? Apakah tak ada lagi hal-hal yang jauh lebih penting ketimbang rasaaaa........ melulu?

Begitulah. Biasanya, aku selalu punya intuisi tentang apa saja yang sedang atau akan terjadi padamu. Namun, kali ini aku tak merasakan apa-apa. Selalu yang kurasa adalah jauh. Kamu jauh sekali. Jauuuuuuuhhhh sekali. Aku tak sanggup menjamahmu.

Oh iya, Rabu lalu aku menonton film berjudul The Other Side of Hope di Goethe Haus bersama pacarku. Film itu bercerita tentang dua orang berbeda kultur yang tak sengaja bertemu. Sebenarnya ada dua kisah, namun yang ingin kuceritakan padamu adalah kisah Khaled, seorang pengungsi Syria yang terdampar di Helsinki, Finlandia, terpisah jarak sebegitu jauh dengan adik perempuannya, Miriam. Singkat cerita, Khaled tak pernah tahu dimana Miriam berada, hingga pada suatu ketika seseorang yang tak sengaja bertemu dengannya itu malah membantunya mencari Miryam. Mereka lalu bertemu untuk akhirnya berpisah kembali. Mungkin untuk selamanya. Lalu, aku teringat tentangmu. Lebih tepatnya tentang kita. Tentunya aku berharap kita tidak perlu mengikuti jalan hidup Khaled dan Miriam yang harus berpisah lagi untuk selamanya itu.

Kenangan yang sempat mampir di otakku adalah ketika kamu masih menjadi pelindungku dan aku masih menjadi adik kecilmu yang galak tapi cengeng. Hehehe........

Sayang, namanya kenangan akan sukar diulang. Barangkali kamu masih ingat dengan boneka Si Komo dan Donal Bebek yang sering membuat kita bertengkar? Ah, tapi ya, sudahlah. Barangkali juga kamu sudah tak punya cukup waktu untuk mengenang segala hal itu.

Melalui tulisan ini, juga kujelaskan bahwa aku tak menginginkanmu tinggal kembali di rumah kontrakan kita yang kecil ini. Hanya saja, kuharap kamu selalu terjaga untuk melaksanakan janji. Nah, dari sekian banyak janjimu, aku terus teringat pada satu. Kehadiranmu di pernikahanku nanti. Entah kapan tapi ya, semoga saja.

Aku merindukan keributan kecil yang dulu sering kita ciptakan dan renungkan.
***


(Aku tahu kamu tak akan pernah membaca tulisan ini.)

No comments:

Post a Comment