11/02/2016

Harap Reinkarnasi Menjadi Orangutan-Lindungi Orangutan

*foto: Ibu Orangutan dan anaknya di Kebun Binatang Ragunan, Jakarta Selatan

Jika suatu saat aku ditanya, ingin menjadi apa di masa yang akan datang? At least, di masa setelah aku mati dan kemudian hidup kembali alias bereinkarnasi (hehehe), aku ingin menjawab menjadi seekor orangutan.

Kenapa orangutan? Karena, berdasarkan informasi yang aku dapat dari artikel di media sosial, orangutan adalah spesies kera besar (bukan monyet) yang berfungsi sebagai pemelihara hutan. Ia meregenerasi hutan dengan cara membuang biji tumbuhan yang ia makan, dan menyebarkannya di tanah hutan. Lalu, tumbuhlah pohon-pohon yang dapat memenuhi kebutuhan hutan dan berbagai macam spesies hewan yang tinggal dalam hutan. Tidak hanya hutan dan hewan, bahkan kebutuhan manusia pun juga terpenuhi. Satu aksi orangutan, banyak hasil yang bisa dimanfaatkan.


Orangutan merupakan saudara dari simpanse dan gorilla, yang berada dalam spesies kera besar. Orangutan hanya hidup dan tinggal di hutan Kalimantan dan Sumatera, Indonesia. Orangutan Kalimantan bernama latin Pongo Pygmaeus, sedangkan orangutan Sumatera bernama latin Pongo Abelii. Orangutan masuk dalam ordo Primata, dan famili Hominidae. Ia hidup menyendiri atau soliter, sehingga tidak tinggal secara berkelompok.

Orangutan gemar sekali memakan kulit pohon, buah-buahan hutan, dan beberapa jenis serangga. Tak jarang, ketika ia memakan buah, biji buah tersebut ia buang secara sembarang di atas tanah hutan. Kemudian, tumbuhlah benih-benih pohon yang kelak menjadi pohon-pohon besar, yang berfungsi sebagai tempat tinggal berbagai macam spesies hewan. Hewan-hewan tersebut tidak hanya tinggal, namun ada juga yang sekadar singgah, atau bermalam. Hebatnya, atas kelakuan orangutan itu, pohon-pohon besar yang kelak dihasilkannya, juga menjadi penyumbang terbesar oksigen bagi manusia dan makhuk Tuhan lainnya yang membutuhkan.

Nah, secara filosofis, manfaat orangutan bagi manusia itu banyak sekali. Beberapa di antaranya, manusia bisa berkaca dari tingkah laku orangutan, yang memiliki DNA sekitar 97% hampir sama dengan manusia. Dengan begitu, manusia seharusnya tidak bersifat sombong, karena tingkah lakunya pun yang terkadang mirip hewan. Manusia seharusnya bisa menghargai setiap makhluk hidup, terutama hewan dan tumbuhan. Tidak selayaknya mereka memusnahkan sesama makhluk hidup. Seharusnya manusia sadar, mereka sama dengan dirinya sendiri, yaitu makhluk yang hidup. Bukan benda yang mati. 


Sayangnya, atas kesalahpahaman beberapa masyarakat yang menganggap orangutan sebagai ancaman, banyak sekali terjadi perburuan liar atas orangutan. Tidak hanya dianggap sebagai ancaman yang harus dimusnahkan, tengkorak orangutan juga dimanfaatkan sebagai cinderamata dan kerajinan tangan. Dagingnya pun juga dimakan. Para pemburu terlebih dahulu membunuh induk orangutan, kemudian menangkap anaknya, lalu menjualnya kepada pihak yang tidak bertanggung jawab. Hingga akhirnya populasi orangutan menjadi langka dan terancam punah.

WWF Indonesia dalam websitenya mengabarkan, bahwa populasi orangutan Kalimantan menurun hingga 55% dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Menyisakan sekitar 57.000 individu orangutan di Kalimantan, dan sekitar 7.500 individu orangutan di Sumatera. Semakin miris ketika aku mengetahui bahwa status populasi orangutan Sumatera sudah mencapai tingkat "sangat terancam punah". Belum lagi jika ingat tragedi asap Riau atas kebakaran hutan pada September 2015 lalu, yang mencapai status keadaan darurat, dan sangat mengancam habitat orangutan Sumatera. Disusul kebakaran hutan yang terjadi di Kalimantan, yang makin mengancam habitat asli orangutan Kalimantan.


Selain perburuan liar dan kebakaran hutan, penyebab lain punahnya orangutan adalah alih fungsinya hutan menjadi lahan kebun kelapa sawit, yang hasilnya, yaitu minyak goreng yang masih sering kita konsumsi sehari-hari, bahkan menjadi salah satu dari sembilan bahan pokok kebutuhan manusia. Juga perubahan iklim yang tak menentu, yang mengakibatkan habitat orangutan menjadi kurang nyaman.

Sebaiknya, manusia menyadari, bahwa kehadiran orangutan di hutan Kalimantan dan Sumatera juga dapat mengobati rasa rindu manusia akan rumah. Paling tidak bagiku. Meski belum pernah sekalipun aku mengunjungi habitat asli mereka di hutan Kalimantan dan Sumatera, melalui tempat tinggal mereka di kebun binatang Ragunan Jakarta, terbukti mengobati rasa rindu dan bersyukurnya aku menjadi manusia. Manusia yang seutuhnya manusia, tanpa ditempeli label apapun. Orangutan yang tampak cerdas. Orangutan yang matanya berisi variasi emosi yang siap membuatku jatuh hati, ketika pertama kali melihatnya secara langsung di Ragunan. Sayangnya, getaran "merasa dikurung" bisa aku rasakan ketika melihat orangutan yang ada di kebun binatang. Karena aku yakin, orangutan akan lebih bebas dan bahagia jika tetap tinggal di habitat aslinya. Di hutan Kalimantan dan Sumatera.

Seperti manusia yang selalu ingin dapat bebas berekspresi, aku yakin, orangutan pun juga sama seperti itu. 

Doaku hari ini: Semoga aku bisa lekas menjenguk saudaraku, orangutan, di hutan Kalimantan dan Sumatera. Amin.

Save orangutan, save yourself!

*sumber: WWF Indonesia, manfaat.co.id

No comments:

Post a Comment